Terkadang, kalimat tersebut muncul
manakala sebuah keinginan untuk membuat sesuatu menyeruak. Tetapi, masih
samarnya tujuan keinginan yang mau dicapai menjadikan seseorang kerap
merasa bingung. “Saya ingin membuat sesuatu, tetapi apa itu?”
[]
Sumber : Kompasiana
Ide merupakan
awal kreatifivitas dalam semua bidang profesi maupun keilmuan. Dokter,
arsitek, politisi, dosen, jaksa, dan lain-lain profesi dan keilmuan
membutuhkan ide. Termasuk, penulis.
Ide sebenarnya
tidak pernah hilang. Ide berkeliaran setiap saat di sekitar manusia.
Hanya saja, hal itu kerap kurang disadari. Sehingga, manusia terkadang
merasa kehilangan ide karena tidak tanggap situasi sekitar. Ketika dalam
situasi putus asa, manusia lazimnya memutuskan untuk berhenti berusaha
membuat sebuah karya.
Membuat karya
baru tidak menandakan semua unsur pembentuknya merupakan hal baru.
Banyak karya baru yang sebagian besar unsur pembentuknya justru berasal
dari karya-karya yang sudah ada. Sebab, kemampuan manusia hanyalah
melakukan inovasi. Karya baru hasil manusia merupakan kreativitas
berinovasi terhadap sebuah karya.
Awalnya adalah
ide. Dan ide, ada di sekitar masyarakat. Bagi penulis yang ingin
menghasilkan karya, hal yang perlu dilakukan cukup menyerap informasi
yang ada. Sebab, banyak ide tersembunyi dalam peristiwa yang terjadi.
Penyerapan informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Membaca adalah
penyerapan informasi yang paling umum. Sumber bacaan saat ini mudah
ditemukan. Bisa berupa, buku, media cetak, majalah, laman media
internet, sampai media digital.
Mendengar bisa
menjadi sarana penyerapan informasi lain. Banyak hal bisa didengar,
mulai dari ceramah agama, kuliah dari seorang dosen, cerita pengalaman
seorang teman, atau narasi pembicara sebuah forum diskusi.
Informasi juga
bisa diserap dengan melakukan interaksi langsung. Sebagai makhluk
sosial, kodrat manusia untuk berinteraksi. Misalnya, belanja di pasar,
berkunjung ke museum, atau sekadar, berbincang dengan sahabat.
Penyerapan
informasi merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan ide yang masih
tercecer. Langkah berikutnya adalah mencatat ide yang terdeteksi dari
penyerapan informasi. Kenapa harus dicatat?
Alasannya
sederhana, kegiatan menulis biasanya tidak dilakukan serta merta ketika
ide ditemukan setelah menyerap informasi. Hal itu karena, penyerapan
informasi bisa dilakukan kapan saja. Seusai membaca majalah saat
menunggu antrian di bank, tengah melihat harga barang di supermarket,
atau saat duduk di dalam bus. Kondisi tersebut, meskipun tetap
memungkinkan, biasanya menyulitkan untuk langsung menulis karena
keterbatasan waktu.
Sementara,
ingatan manusia terbatas. Saat sudah menemukan waktu yang tepat untuk
memulai menulis, ide yang ditemukan sebelumnya sangat mungkin tidak lagi
teringat. Itulah mengapa terkadang kita sering merasa kesulitan ide.
Dengan mencatat, ide yang ditemukan bisa tersimpan. Sehingga, kapanpun
hendak menulis, kita cukup membuka kembali catatan ide yang telah
dibuat.
Mengumpulkan
banyak ide dalam catatan, biasanya menjadi salah satu cara penulis
profesional. Tidak hanya satu, dua, atau tiga ide. Bahkan sampai belasan
atau puluhan ide terkumpul, penulis profesional baru akan menulis.
Sebab, temuan ide yang satu dengan yang lainnya bisa saling terkait. Hal
itu tentunya dapat memperdalam isi tulisan yang akan dibuat. Secara
umum, kegiatan mengumpulkan ide kerap disebut menabung ide.
Pada zaman yang
serba canggih sekarang ini, kegiatan mencatat sepertinya tidak lagi
menyulitkan. Kita tidak perlu berepot-repot selalu membawa kertas dan
pena kapanpun dan di mana pun. Teknologi komunikasi berupa telepon
seluler (ponsel), yang telah menjadi barang pelengkap wajib, sudah mampu
menjadi sarana untuk mencatat. Meskipun, beberapa orang masih senang
membawa pena dan buku saku di dalam tas.
[]
Sumber : Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar